Senin, 30 Mei 2011

10 Kebiasaan Orang Jepang yang Mebuahkan Kesuksesan



Mendengar kata "Jepang" pasti yang tersirat adalah kemajuan dan ilmu teknologinya yang maju. Namun di balik semua itu, Jepang mempunyai tradisi turun temurun yang sekiranya pantas untuk ditiru (wajib ditiru). Di sini ada beberapa tradisi warga Jepang yang diwariskan kepada anak cucu mereka yang membuat mereka hebat dalam segala hal.


1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.

2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.

4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.

5. Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.

6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini.

7. Budaya Baca

Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.

9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

http://www.lintasberita.com/Fun/Tips-Trick/10-kebiasaan-orang-jepang-yang-mebuahkan-kesuksesan

Resensi Buku 'Spiritual Teaching'

R E S E N S I   B U K U

Judul Buku :
SPIRITUAL TEACHING
Agar Guru Mencintai Pekerjaan dan Anak Didiknya.

Penulis :
Abdullah Munir

Penerbit :
Pustaka Insan Madani Jogjakarta
Cetakan ke 10 tahun 2006

Resensi Oleh :
Dina Nurfatiani. S.Sos

Buku Spiritual Teaching merupakan buku yang memberikan inovasi yang menyentuh perasaan pembacanya yang berisi tentang usaha untuk mengembangkan dan memperbaiki dunia pendidikan. Dengan cara menguatkan kepribadian guru, memberikan semangat, menghilangkan kehampaan, dahaga dan menemukan makna mengajar supaya guru senantiasa mencintai dan mengembangkan kasih sayang dan cinta kepada anak didik, sehingga mampu menghantarkan anak didiknyanya mencapai prestasi terbaik.



Buku ini pada dasarnya mewajibkan guru untuk bersikap “spiritual”, dimana dalam menjalankan profesinya,  guru merupakan sebuah profesi yang mulia, agung dan suci. Hal ini berarti bahwa kesuksesan profesi guru dalam mendidik, harus melakukan proses transformasi ilmu kepada anak didiknya dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT semata, sebagai sang maha pemilik Ilmu.



Buku ini menjelaskan bagaimana Islam terutama Rasulullah sebagai teladan mulia, dengan kesuksesan metodenya dalam melaksanakan pendidikan (dakwah) pada manusia. Merubah ketidaktahuan manusia menjadi pemahaman yang cemerlang. Sehingga menghantarkan manusia pada peradaban yang cemerlang pula.



          Dalam buku ini disebutkan pula, bahwa langkah awal dalam usaha memperbaiki dunia pendidikan adalah memperkuat kepribadian guru agar senantiasa mencintai profesinya serta menumbuhkan rasa sayang dan cinta kepada anak didiknya. Sehingga pada akhirnya, guru akan mampu menghidupkan suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar.

         

Buku ini sangat enak dibaca dan dinikmati, dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang halus dan mudah dipahami, sistematika penulisan yang baik atau runtut, tema tulisan yang aplikatif dengan disisipi beberapa cerita-cerita menarik dan beberapa artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman para guru di Indonesia yang sukses memberi pendidikan kepada anak didiknya, serta dilengkapi gambar-gambar yang lucu dan mendidik, menjadikan buku ini tidak monotone dan memiliki warna yang berbeda bila dibandingkan dengan buku-buku sejenis lainnya.





(Buku tersedia di perpustakaan Al Uswah)

Minggu, 29 Mei 2011

Dengan Mengajar, Saya Belajar

            
Dengan Mengajar, Saya Belajar     

Sewaktu kecil dulu, cita-cita saya adalah…menjadi GURU!! Ya, sekarang cita-cita saya tercapai. Tapi saya mempunyai cita-cita selanjutnya.. menjadi guru yang professional, kreatif dan teladan bagi anak-anak.
        Saat sekolah dasar, saya lebih senang belajar dengan cara menirukan gaya seorang guru. Berhubung yang dipelajari di zaman itu selalu hapalan, maka saya lebih mudah menghapal dengan “mengajar”. Saya memakai sepatu hak tinggi ibu saya, mengatur kursi-kursi dari ruang makan, menyiapkan papan tulis berukuran sedang, kapur, penghapus papan tulis, lengkap dengan penggaris kayu. Kecuali papan tulis, semua saya beli sendiri mondar-mandir ke toko. Muridnya? Kadang teman-teman tetangga di lingkungan rumah. Satu per satu saya panggil untuk ke rumah saya. Kalau mereka tidak ada, saya menceracau sendiri. Mengajar sendiri, berbicara sendiri tanpa “murid”. Atau kadang-kadang boneka-boneka yang menjadi murid-murid saya. Yang saya ajarkan adalah pelajaran disekolah saat itu. Maksudnya supaya saya lebih mengingat isi materinya, ketika ada ulangan. Hasilnya? Alhamdulillah nilai selalu baik. ;)
         Menjadi ‘guru-guruan’ di masa kecil itu lumayan mengasah kreativitas belajar saya, daripada gaya belajar yang monoton. Hal itu selain untuk aktivitas menghapal, tentu kebebasan imajinasi saya dapat terstimulus dan mengekspresikan diri.
        20 tahun kemudian,, saya benar-benar mengajar -with the real students.  Dan mereka bukan boneka. Mereka manusia-manusia unggul dari orang tua-orang tua unggul. Dari anak-anak, dari orang tua - orang tua, dari pemimpin yang membimbing, dan dari teman-teman “seperguruan”. Saya belajar sholih untuk mengajarkan kesholihan. Saya belajar dengan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan polos mereka. Bahkan saya belajar dari jawaban mereka atas pertanyaan-pertanyaan saya. Saya belajar SENYUM untuk mengajarkan keramahan dan kesantunan. Saya belajar dari semangat mereka. Saya belajar sabar menghadapi mereka. Saya belajar banyak hal! Saya amat beruntung.
Saya belajar dari mengajar. . .

Terima kasih untuk anak-anakku tersayang di kelas 3 A:
Ida  FarHaN  Aly@  ManDa  AniSa  AqiLa  DzaKy   BiaN  L@thifaH  SyiTa  MufiDaH  AkMaL  FaTih  AliF   ArHaB  AiNun  NiDha  ImAma  SalSa  NuRuL  TiAr@ TitAn  UmAr HaRits WaFi   Ad@M

Terima kasih to the T E A C H E R S    AND OTHERS

Ust. Mukhtashor, ust. Agung Cahyadi, ust. Mudhofar, ustz. Anandya, ust. Edris, ustz. Rika, ustz. Anies, ust. Miftah, ust. Adzim, ustz. Ida Wahyuni, ustz. Nia, ustz. Zila, ustz. Yunita, ustz. Ninik, ustz. Ninik-Jones, ustz. Nunung, ust. Kunto, ustz. Ina, ustz. Arum, ustz. Eka, ust. Ade, ust. Deni, ust. Muhailil, ust. Gatot, ustz. Tyas, ustz. Ita, ustz. Marini, ustz. Ida, ustz. Titin, ustz. Yudita, ust. Rozi, ust. Rohim, ust. Ghofar, ust. Samsul, ustz. Farhiyah, ust. Slamet, ust. Imam, ustz. Mei, ustz. Wanti, ustz. Poppi, ustz. Evi, ustz. Nori, ustz. Diana, ustz. Merita, ustz. Riska, ustz. Laili, ust. Bagus, ustz. Etik, ust. Tauhid, ust. Tafik, ust. Abu, ust. Agus, mba’ Rum, mba’Siti…..and others and others…

Kamis, 26 Mei 2011

Anak Lingkungan

Anak Lingkungan
"Kita adalah anak lingkungan kita. Siapa kita, bisa dilihat dari siapa sahabat dan teman-teman terdekat kita".
Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“(Agama) seseorang (dikenal) dari agama temannya maka perhatikanlah siapa temanmu.” (As Shahihah 927)
Kalimat itu masih saya ingat, ketika guru ngaji pertama saya memberikan taujihnya yang selalu saya rasakan 'renyah'.
Pembaca yang baik, izinkan saya bercerita ya?
Ketika anak-anak dulu, tentu kita tidak terlalu pilah pilih teman, siapa yang nemplok dan mau bermain, itulah teman kita. Teman bermain tali karet, petak umpet, petak jongkok, gobak sodor, masak-masakan, semua begitu menyenangkan. Bahkan inovasi permainan bisa kami ciptakan bersama. 
Ketika beranjak remaja, saya memilih teman yang 'baik', dalam hal akademis, pergaulan, dan yang terpenting lagi loyalitas persahabatannya. Saya bangga bisa menjadi bagian dari mereka. 
Dengan bertambahnya waktu, saya harus lebih cerdas memilih lingkungan dimana saya harus 'bernaung'. Karena saya tahu, saya tidak boleh dan tidak mau menjadi manusia biasa-biasa saja. Berpikir panjang untuk masa depan, bukan hanya di dunia, tetapi juga masa depan akhirat saya. Untuk itu, saya tidak boleh berada di lingkungan orang-orang yang tidak mendukung ke-luar biasa-an penciptaan dirinya.

Diri kita sekarang, adalah hasil dari pola asuh lingkungan kita, setelah keluarga/orang tua, adalah teman, organisasi yang kita ikuti, buku yang dibaca, peristiwa yang dialami/pengalaman hidup, apa yang dilihat, dirasakan, didengar, yang menjadi bagian lingkungan yang membentuk diri kita.

Dalam hal ini orang tua dan keluarga sangat berperan terhadap pilihan anak mereka. Mau memilih lingkungan yang mana anak kita ketika waktu mereka lebih banyak diluar rumah? Dari alam pikiran dan hati mereka akan memilih, sesuai nilai-nilai yang ditanamkan orang tua dan keluarga mereka sejak lahir, balita, hingga dewasa.

Salah satu bagian hidup yang sangat saya syukuri adalah Allah telah memberi kesempatan saya menghirup aroma dakwah dalam lingkungan tarbiyah. Walau nilai tarbiyah tidak ditanamkan sejak dini, tapi nilai spiritual dan moral tetap mereka tanamkan pada saya. Alhamdulillah...

Semoga anak-anak saya kelak, (semoga Allah segera mengaruniakan,amin), siswa-siswa yang saya sayangi, maupun anak-anak di luar sana yang belum mendapat kehidupan yang layak, tetap cerdas memilih lingkungannya, sehingga mereka bisa menjaga diri mereka, melindungi kristal setiap sel otak mereka, menanam benih kebaikan dalam hati mereka, dan menyemai ketangguhan pada jiwa mereka. Sehingga, waktu akan membuktikan bahwa dunia dalam genggaman mereka. amiin..  


Selasa, 17 Mei 2011

please come to me

kau tau aku begitu kehilanganmu..
aku tau kau juga merasakan hal yang sama saat ini
hanya kau tak tau harus menemuiku dimana
karna aku sudah tidak di sana
dimana kau slalu datang menemuiku
mendekat bermanja
tidur di pangkuanku

aku  pun tak tau kau ada dimana
aku sudah mencari dan memanggil manggil namamu

saat kita bertemu dulu
kau seperti tidak mengenaliku lagi
aku tidak mengerti
apa yang terjadi denganmu

aku tidak hanya berharap
tapi tak berhenti berdo'a
semoga Allah membuat kita bertemu
dan mengizinkanku merawatmu lagi...
Bounchillku sayang..
My lovely cat... i miss you..

Rabu, 11 Mei 2011

puisiku untukmu malaikatku

duhai alam disenja yang elok
aku memandangmu dari sudut pelosok
di temaram malam yang terseok-seok
temani aku menemui hari esok
menelukuri jalan yang berkelak kelok

malaikat bukakan pintu cahaya yang tergembok
agar mata dapat menengok
dan hati tembus tebalnya tembok

kau tau aku tidak mau hanya teronggok
menumpul dan tak tajam seperti golok
sampirkan tali temali yang berlenggok
pancangkan baja hingga menohok
kokohkah aku bagai sebuah pondok

suapkan kebaikan walau sesendok
seperti suci putih tuan bersongkok
jauh sebelum nafas sampai tenggorok


-by dina nurfatiani (yang lagi doyan nge-blog, walau pinggang sampe' encok duduk di pojok tetep nge-blog sambil caplok pisang gepok sama lombok nan montok-montok sampe keok gak pernah kapok)





sekuntum do'a dari pak Mario yang super


Tuhan kami Yang Maha Mencintai,

Kami memohon,

Indahkanlah hidup kami
dengan cinta dan persahabatan.

Tuhan kami Yang Maha Kaya,

Kayakanlah hidup kami
dengan rezeki yang besar,
hati yang penderma dan penuh syukur.

Tuhan kami Yang Maha Merahmati,

Rahmatilah kami dengan kesehatan,
belahan jiwa yang menenteramkan,
dan keluarga yang sejahtera.

Tuhan kami yang memiliki semua ke-Maha-an,
kabulkanlah doa kami.

Aamiin

Senin, 09 Mei 2011

alhamdulillah..

alhamdulillah,, dibliin modem.. bisa ng-blog dech..
coba dulu ya modem aha ini, cekidoot..!